Pingin sekali bisa meloncati waktu ke 1 tahun kedepan. Untuk melihat apakah akan terus berlanjut euforia dan puja puji hasil kemenangan pilkada yang telah usai 9 desember 2020 yang lalu.
Bagi sebagian orang, hasil pilkada itu adalah kemenangan atas kompetisi yang pada akhirnya akan menyingkirkan mereka yang selama ini dianggap loyalis yang kalah atau menjadi unsur pembalasan atas tidak terposisikan dibarisan yang berkuasa saat itu.
Saya yakini, salah satu yang akan terjadi kembali adalah apa yang pernah terjadi di periode sebelumnya, yaitu dikecewakan atas tidak diakomodirnya keinginan si pendukung. Maka mulailah muncul umpatan yang berujung menjadi konsumsi publik dan mereka yang belum lepas dari rasa kekesalan atas lebih sedikitnya perolehan suara yang didapat pada pilkada, akan menyambar umpatan itu untuk digelindingkan menjadi bola salju, hingga memancing dikeluarkannya bantahan. Hal begitu seperti akan selalu terulang dan berulang kembali.
Penyebabnya tentu karena para pendukung tidak menyadari bahwa ada perubahan signifikan ketika telah menjadi pejabat. Seorang kepala daerah dalam membuat keputusan harus berdasar kepada aturan yang ada di negeri ini. Berbeda ketika dia masih belum jadi pejabat, keputusan dibuat berdasar apa yang menurutnya benar.
Semakin lama waktu berjalan, akan ada beberapa kondisi yang mungkin terjadi. Pasangan kepala daerah tersebut akan tetap akur hingga akhir masa jabatan. Hal yang ini memungkin pasangan tersebut akan kembali maju sebagai calon, atau berhenti disitu saja salah satu atau keduanya. Selain itu bisa juga terjadi menjelang akhir masa jabatan, masing-masing akan jalan sendiri dan mulai mengumpulkan kekuatan-kekuatan dukungan, untuk kembali berebut suara rakyat, dengan pasangan yang berbeda. Lalu bagaimana para pendukung tadi, tentu akan ikut terbelah juga. Dan terulang lagilah apa yang pernah terjadi sebelumnya, terutama dibagian disingkirkan dan menyingkirkan.
Lalu bagaimana dengan pengalokasian penganggaran? Dibagian ini pulalah yang kadang pendukung tidak paham, bahwa teryata kepala daerah tidak bisa semaunya untuk menentukan anggaran digunakan untuk kegiatan atau pembangunan apa. Karena ada proses berjenjang yang dilakukan hingga menjadi sebuah rencana kegiatan. Imbasnya akan ada yang beranggapan bahwa kepala daerahnya melupakan para pendukung hingga menyebabkan perubahan bentuk dukungan dari yang semula mendukung akan menjadi mengkritik itupun kalau bukan nyinyir. Perilaku seperti itupun sebenarnya sudah terjadi di periode sebelumnya hanya terulang saja.
Persoalannya jejak digital yang ditinggalkan akan sangat awet dan bisa digunakan sewaktu-waktu menjadi alat serang terhadap orang yang merubah bentuk dukungannya, demi menjaga citra baik kepala daerah. Padahal sesungguhnya dalam dunia politik, perubahan sikap politik itu adalah hal yang lumrah dan itu pun juga akan selalu berulang. Seperti sebuah perkataan bijak "tidak ada yang baru dibawah matahari", begitulah pada akhirnya kejadian-kejadian politik akan selalu berulang di waktu yang berbeda pada orang yang sama maupun yang berbeda.
0 Komentar
Silakan Tinggalkan Komentar