Caleg Kota Gunungsitoli Minim Potensi, 98,7 Persen Tidak Punya Riwayat Perjuangan


Potensi Calon Anggota Legislatif (Caleg) peserta Pemilihan Umum di Kota Gunungsitoli masih jauh dari yang diharapkan, pasalnya 98,7 persen tidak punya riwayat perjuangan. Hal itu disampaikan oleh Andi Josua Telaumbanua, narasumber seminar sehari dalam rangka Dies Natalis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ke 60 bertempat di Gedung Nasional, Sabtu (22/3/2014).

“Hal itu bisa dilihat dari persentase Caleg yang memiliki perjuangan hanya 1,3 %. Artinya dari 230 Orang Caleg yang ada, hanya 3 orang caleg yang memiliki riwayat perjuangan. Padahal ada 8,7% Caleg yang masih berstatus anggota DPRD, tentu menjadi satu pertanyaan besar bagi anggota DPRD yang kembali maju tersebut, apa yang telah dilakukan selama 5 tahun ini? Sehingga tidak ada riwayat perjuangan,”ucap Andi saat menyampaikan materi yang berjudul Mengupas Potensi Caleg Kota Gunungsitoli Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh DPC GMNI Gununsitoli-Nias.

Dalam paparan, Andi menjelaskan bahwa potensi caleg yang disampaikan berasal dari formulir BB-11 yang telah diisi oleh Caleg dan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Gunungsitoli. Formulir yang mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 7 Tahun 2013 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota digunakan sebagai sumber data dengan poin-poin, usia, Jenis Kelamin, Riwayat Pendidikan, Kursus/Diklat yang pernah diikuti, Riwayat Organisasi, Riwayat Pekerjaan, Riwayat perjuangan.

“Ada 230 orang caleg sementara yang akan terpilih nantinya adalah sebanyak 25 orang. Diatara 230 Caleg tersebut terdiri dari 88 orang adalah caleg perempuan,”ungkap Andi.

Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPC GMNI Nias Periode 2008 – 2010 ini juga menjelaskan, melalui data yang diolah ditemukan bahwa caleg yang maju masih didominasi latar pendidikan tingkat SMA Sederajat sebanyak 71,59 Persen, sementara sisanya adalah lulus dari perguruan tinggi.

“Meski sebanyak 28,41 persen caleg yang maju adalah lulusan perguruan tinggi tetapi hanya 5,65 persen caleg yang pernah aktif di organisasi mahasiswa semasa kuliahnya. Padahal organisasi mahasiswa sangat dikenal sebagai wadah kritis dalam membangun pemikiran-pemikiran kerakyatan. Sementara caleg yang maju dari lulusan perguruan tinggi minim berorganisasi semasa kuliah,”terangnya.

Dari sisi kemampuan politik, Andi juga meragukan kemampuan politik yang dimiliki oleh para caleg. Pasalnya caleg yang maju hanya 28,70 persen yang telah berpartai politik sejak 2012. Jika dilihat dari tahun 2010 angka persentase semakin kecil yakni 15,22 persen.

“Jika semakin jauh kita tarik kebelakang, persentasi tersebut akan semakin kecil, bahkan ada 44,35 persen caleg yang tidak punya pengalaman organisasi. Fenomena ini bisa saja mengindikasikan bahwa masih ada caleg yang maju hanya untuk mendulang suara partai.”ucapnya.

Dari data yang disampaikan sebanyak 56,52 persen caleg yang ada sedang tidak punya pekerjaan. Caleg terbesar yang tidak punya pekerjaan ada pada daerah pemilihan Gunungsitoli 3 yakni sebesar 60,47 persen.

“Sangat ironis ketika menjadi seorang DPRD dijadikan untuk tempat mencari pekerjaan, bisa saja akibatnya nanti. Selama 5 tahun fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan tidak dapat dilakukan secara benar. Seperti yang kita lihat pada kinerja DPRD Kota Gunungsitoli Periode 2009-2014, belum ada Perda yang terlahir dan bermanfaat bagi masyarakan banyak,”kata lulusan Pendidikan Matematika IKIP Gunungsitoli itu.

Bahkan, data terakhir yang disampaikan menunjukkan bahwa para caleg hampir tidak memiliki potensi yang layak. Karena menjadi seorang anggota legislatif yang identik dengan perjuangan seharusnya dimulai dengan memperjuangakan kepentingan orang banyak ketika belum menjadi caleg. Tetapi pada kenyataannya hanya ada 1,82 persen di Dapil Gunungsitoli 1 yang punya riwayat perjuangan, 1,3 persen untuk dapil Gunungsitoli 2 dan 0 persen untuk Dapil Gununsitoli 3.

Pada kesempatan itu, Andi menyarankan agar partai politik kedepan memberikan pilihan yang terbaik untuk rakyat dengan memberikan pendidikan dan latihan kaderisasi kepartaian secara berkesinambungan. Sebab hanya 9,09 persen Caleg yang pernah ikut diklat partai.

Pada kesempatan itu Andi berpesan agar merubah slogan yang biasa disampaikan pada setiap kali terselenggaranya pemilu yakni, Ambil uangnya, jangan pilih Calegnya. Slogan tersebut dirasa Andi hanya menjadikan setiap pemilih dan yang dipilih menjadi seorang penipun. Yang dipilih menipu masyarakat dengan melanggara aturan sedangkan yang memilih menipu si caleg. Jika dibiasakan menurutnya akan menjadi satu budaya yang tidak baik.

 “Jika selalu dibiarkan begitu kita akan jadi bangsa penipu, karena sama-sama menipu, jadi kita rubah slogannya menjadi,Jangan Terima Uangnya dan Jangan Juga Pilih Orangnya,”ujar Andi mengakhiri.

sumber : wartanias.com